Ada dua hal yang tidak ku sukai didunia ini, pertama adalah kesepian, dan kedua adalah kehilangan, keduanya saling bertautan. Aku tahu bukan hanya aku seeorang diri yang enggan berhadapan dengan mereka, ada banyak kasus di belahan dunia lain yang lebih mengerikan, namun aku selalu merasa bahwa akulah yang paling menderita diantara mereka semua. Ku tarik nafas ku dalam-dalam ketika rasa cemas hampir membuatku gila seutuhnya. Lupakan soal teman, lupakan soal kekasih, dan Lupakan semua hiruk pikuk yang bisa membuatmu mendadak gila, kaarena dengan itu kau yakin bisa membuatmu merasa lebih baik.
Aku seperti seorang skizoid, hal-hal aneh kerap kali bermunculan dalam kehidupanku. Terkadang aku bisa memunculkan delusi dan ilusi secara bersamaan, tak heran mereka menganggapku orang gila. Oke ini memang gila tapi aku yakin aku tidak sakit jiwa, aku hanya tertekan dengan keadaan. Aku seperti orang yang tidak terlihat dimata siapapun, orang-orang melewatiku begitu saja tanpa rasa bersalah, sungguh mereka kejam. Aku marah, itu sudah psti. Aku kesal, oh jamgan ditanya lagi, aku sedih, tapi tidak bertahan lama. Jika kau merasakan hal yang sama sepertiku. Selamat kita berteman! Apakah kau ingin sebuah perayaan ? akan kuajak kau ke pemakaman, disana kita akan berdansa bersama, lalu akan ku ajak ke rumah yang paling megah, iya didalamnya ada orang yang paaaling aku cinta, tapi dia kejam meninggalkanku begitu saja, tanpa ada kata sampai jumpa yang terucap dari kedua bibirnya.
“Jangan dekat-dekat orang itu sudah tidak waras.”
Aku mendengar bisikan mereka, kutatap kedua bola mata yang selalu memandangku tidak suka. Aku salah apa? Aku tahu, aku tidak seperti mereka, akan kujelaskan secara spesifik, bagaimana aku seutuhnya. Tubuhku tidak terlalu tinggi dengan badan yang sedikit berisi, bermata coklat dengan hidung yang tidak terlalu mancung. Berambut ikal- biasanya ku biarkan rambutku terurai. Kulitku sawo matang dengan bibir bagian bawah yang agak tebal. Aku minus, tapi aku tidak suka memakai kacamata, kurasa itu sudah cukup bisa membuatmu membayangkan bagaimana rupaku.
Aku sedang berjalan menyusuri jalan taman yang sengaja ditata dengan batu-batu kecil disampingnya, tak bisa kupungkiri, ini tempat favoritku selama aku disini, aku lebih suka disini, dari pada rumahku yang bahkan tangganya saja sudah melapuk dan berderit jika kau menginjakkan kaki dianak tangganya. Dan ketika malam hari hanya ada lampu remang-remang yang menjadi pencahayaanya. Sangat berbeda dengan rumah sakit ini, bahkan aku tidak bisa membedakan siang atau malam jika didalam ruangan. Lihat! Disisi kananku terdapat koridor rumah sakit yang langsung terhubnng dengan ruangan pasien lisensi kelas A, disebelahnya lagi ada set dapur, dan satu ruangan kecil yang selalu tertutup dan tidak pernah kulihat meraeka membukanya. Mengela nafas berat, lalu kulanjutkan langkahku.
“Selamat pagi, gimana keadaanmu hari ini?”
Seseorang menyapaku dengan suaranya yang halus, kujawab dengan satu anggukan, kalau tidak salah namanya Arabelle, dia adalah seorang psikiater yang menangani prologed grief disorder, sudah ku jelaskan apa yang kutau tentangnya. Jadi, jangan menuntut ku lebih.
“Apa yang sedang kau lakukan disini? Apa kau sedang memikirkan sesuatu?”
Lagi dan lagi dia bertanya ramah kepadaku, ingin kuabaikan, tapi dia terlihat sangat baik. Aku hanya menjawab nya dengan menggelengkan kepalaku ke-kanan dan ke-kiri.
“Ada masalah?”
Aku hanya tersenyum kecut, dan mengalihkan pandangan ku ke pohon mangga yang sangat lebat buahnya, ah ingin sekali aku menikmatinya.
“Jangan sungkan untuk bercerita tentang apapun, aku siap menjadi teman pendengar setia mu.”
Dia duduk di sebuah kursi panjang bercat putih yang ada dibelakangku. Garis wajah yang tegas, hidung mancung, alis melengkung, serta seanyuman manis yang selalu terpasang dibibirnya, ah! Sempurna.
“Kemarilah.”
Ditepuknya sisi kanan kursi, mengisyaratkan agar aku duduk disampingnya. Awalnya aku ragu, tapi dia terus membujukku dengan halus, ku dudukkan diriku disamping kanannya.
“Apa kau tidak tidur semalaman?”
Sepertinya dokter Arabelle memerhatikan kantung mata dan lingkaran hitam dibawah garis mataku, serta pandangannya yang sangat sayu. Lagi-lagi aku hanya mengangguk singkat untuk menjawab semua pertanyaannya. Tapi tidak sesingkat tadi saat kita baru bertemu, aku butuh waktu untuk menenangkan hatiku dan meyakinkannya bahwa dia memang benar-benar orang baik. Aku punya trauma untuk mengenal orang lain setelah dia meninggalkan ku.
“Kau mengingat sesuatu?”
Dia bertanya lagi dan lagi. Namun aku selalui bergeming. Aku sedang ingin tuli. Aku tidak ingin mendengar orang lain berbicara, karena apapun yang mereka ucapkan adalah saebuah kebohongan, nyatanya aku tidak dapat mengelak. Masih sangat terdengar jelas walaupun hanya deru napasnya yang teratur.
“Aku tahu kau depresi, kau takut kehilangan orang-orang tersayangmu lagi, dan kau pasti sedang mengingat sesuatu yang membuatmu menjadi resah. Aku pernah membaca tentangmu, kurasa ada banyak orang sepertimu. Semua orang tentu pernah kehilangan, tanpa kecuali. Kau menutup dirimu setelah kejadian itu, enggan berbagi, dan kau terus berpikir bagaimana caranya menjalani hidup setelah kepergiannya. Percayalah padaku kehilangan itu menguatkan, bukan malah membuatmu terpuruk dan enggan melanjutkan hidup. Aku sudah biasa mennagani pasaiaen sepertimu, bahkan lebih parah darimu. Tapi mereka bercerita tentang keadaanya dan menceritakan semua yang ada difikirannya padaku. Mereka mengaku lebih tenang setelah itu. Jadi jangan ragu untuk bercerita, kyra. Kamu tidak sendiri, ada aku disini.”
“Kau baru ya disini?” Dokter Arabelle bertanya lembut padaku.
“Iya, aku baru satu minggu disini. Kakakku sendiri yang membawaku, awalnya aku tidak mau, karena aku merasa baik-baik saja, namun dia terus membujukku dan aku tidak bisa mengelak itu.”
Tangannya merangkulku, hangat. Aku sangat suka pelukan. Rasanya sudah lama sekali tidak ada yang peduli padaku. Tanpa sadar aku menitikkan air mata. Pelukan membuat ku nyaman, kurasa aku juah lebih baik dari yang sebelumnya. Matahari siang ini tidak begitu terik, mungkin karena awan mendung yang menutupi sebagian langit.
“Bagaimana? Apakah sudah lebih baik dari sebelmnya?”
Aku menjawab dengan anggukan, dan memegang tangannya lembut.
“Bagaimana menurutmu?”
“Apanya yang menurutku?”
“Tempat ini, kamu suka?”
Aku menarik napas panjang, ku palingkan wajahku darinya, terlalu rumit jika harus kuperjelas dengan kata-kata.
“Tidak terlalu buruk, kurasa disini lebih baik uuntukku.”
Dia tertawa lirih, dahiku berkerut, entah apa yang ada dipikirannya, aku ingin bertanya kenapa kau tertawa? Tapi hanya kuucap pertanyaan itu dalam hati. Dan mungkin tidak akan terjawab, karena dia tidak mendengarnya.
“Kau mau?”
Sepotong coklat diulurkan kepadaku, aku menerimanya. Aku merasa saat ini, hidup dan memiliki teman sepertinya jauh lebih baik.
Dia tersenyum tIpis. Dan berkata, “Bagaiman rasanya?”
“Enak, rasanya manis sekali.”
“Begitulah hidup, terkadang hal-hal yang manis dan indah selalu datang menghampirimu. Tapi juga tidak bisa dipungkiri, kepahitan, kekecawaan, penyasalan, kehilangan, dan hal-hal buruk lainnya bisa menghampirimu, karena semua sudah diatur oleh Tuhan, kamu tidak bisa mengelak itu, tapi jangan khawatir masih ada hal-hal lain yang harus kamu syukuri dalam hidup.”
“Awas ada anjing liar yamg lepas!”
Beberapa petugas rumah sakit berlarian sambil berteriak berulang-ulang. Aku bergegas dari duduk dan gelagapan mencari tempat bersembunyi.
“Jangan khawatir, ada aku disini.” Kata dokter Arabelle menenangkanku.
Aku mendekat dengan nya dan memegang tangannya, entah mengapa aku menjadi lebih tenang ketika ada dia sampingku.
“Apa ada orang yang mengataimu gila disini?”
Aku tertawa kecil dan mengangguk.
“Hampir semua orang yang menjumpaiku disini mengatakan aku gila. Mungkin karena aku bersikap aneh?”
“Bukan kau yang aneh, melainkan mereka, kau tahu orang sakit jiwa merasa dirinya waras, jangan terlalu diambil hati, kau pasti akan terbiasa.”
“Betul katamu, mungkin aku yang terlalu perasa.”
“Kalau begitu bersikaplah biasa-biasa saja, jangan perdulikan mereka.”
“Baiklah, akan kucoba.”
**
Ah. Namaku Kyra, usia 24 tahun dan belum menikah, aku memiliki riwayat hidup yang tidak mengenakkan. Dan aku bisa ditempat ini karena keluargaku, dan orang-orang disekitarku menganggap aku gila, tidak waras. Padahal aku baik-baik saja, aku tidak gila seperti yang mereka pikirkan.
Aku memiliki ketakutan yang mendalam, dulu aku sudah hampir menikah dengan orang yang sangat aku sayang, ku kira dia juga sangat menyayangiku. Gedung dan dekorasinya sudah berdiri tegak, gaun sudah kupakai, hidangan sudah tersusun rapi, kursi sudah berjajar siap untuk diduduki. Tapi apa? Saat itu, aku mendengar kabar, kalau dia sudah dalam perjalanan, dan 10 menit kemudian kudengar lagi mobil yang ditungganginya kecelakaan dijalan.
Coba kau bayangkan, tanpa berpamitan, dia pergi begitu saja, tidak memikirkan aku yang duduk dipelaminan seorang diri, betapa hancur nya aku, bisa kalian bayangkan?
Kejadian itu membuatku sangat terpukul, sejak saat itu akun tidak kenal siapa aku. Bahkan pernah terbesit dalam pikiranku, ingi sekali aku menyusulnya, menemaninya disana, tertawa bersama, dan melanjutkan hidup berdua. Aku hampir bunuh diri. Tapi itu gagal, aku malah dilarikan ke rumah sakit jiwa, dan pada akhirnya aku bertemu seorang dokter yang benar- benar mengerti tentang perasaanku, dia selalu menenangkanku, disaat pikiranku sedang berkecamuk, entah apa yang aku pikirkan. Iya, itu dia dokter Arabelle.
Dia banyak memberiku perubahan, memberikanku aura yang positif setelah aku berjumpa dengannya, sejak hari itu aku berteman. Aku punya sifat perasa, jadi apapun yang mungkin menurutmu biasa saja, boleh jadi sangat menyinggung perasaanku. Aku tidak ingin ada campur tangan orang lain dalam hidupku. Terserah bagaimana mereka menyebutnya. Karena aku ingin menyesuaikan diri terlebih dahulu disini. Jadi siapa yang gila disini? Aku dengan traumaku dimasa lalu, serta delusi dan ilusi ku? Atau mereka yang selalu mengataiku sebagai orang gila?
Post a Comment